Jalan aspal anyar berakhir 2
kilometer menjelang batas Desa Blang Pohroh, Kecamatan Nisam Antara,
Aceh Utara, digantikan batu dan tanah berlumpur. Beberapa rumah baru
dari tembok berdiri megah, kontras dengan deretan rumah kayu lapuk dan
kedai kopi berjelaga.
Jalan aspal yang hanya sepotong
itu seperti sengaja hendak melestarikan suasana Nisam masa lalu. Pada
masa perang, Nisam memang sulit terjamah pihak luar. Kondisi geografis
yang berbukit dan berbatas Hutan Leuser, berada di persimpangan
Gayo-Bireuen-Aceh Utara dan memiliki banyak jalan tikus, menjadikan
Nisam basis perlawanan yang kuat. Besarnya dukungan warga menguatkan
strategi gerilya Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Nisam pernah menjadi ”rumah
aman” bagi GAM. Beberapa pertemuan politik, konsolidasi kekuatan, hingga
pesta pernikahan petinggi GAM pernah digelar di sana. Di kawasan itu,
GAM membangun penjara dan menempatkan tawanan perang. TNI menandai Nisam
dengan tanda merah. Beberapa kali, pada masa darurat militer, daerah
itu dibombardir melalui pesawat terbang dan helikopter. Ribuan warga
mengungsi. Namun, Nisam sulit ditaklukkan.
”Daripada mati orang besar,
biarlah kami yang mati,” kata Anwar (28), mantan anggota pasukan GAM
dari Nisam. Anwar menjadi tentara GAM ketika berumur 16 tahun dan
separuh hidupnya nyaris habis untuk berperang. Nama pasukannya Singa
Meranti. Beranggotakan delapan orang, dengan lima senjata dan radio
komunikasi.
”Kami disumpah untuk berperang sampai Aceh merdeka. Walaupun setelah damai kami ditinggalkan,” katanya.
Dengan berbisik, beberapa orang
di kedai kopi mengatakan, rumah tembok yang baru dibangun di Nisam
dimiliki mantan petinggi GAM. Juga mobil-mobil baru, seperti Toyota
Fortuner, yang siang itu melintas cepat di jalan berlumpur. ”Itu mobil
mantan panglima sagoe (wilayah) GAM,” kata seorang warga.
Anwar dan warga Nisam tetap
setia, setidaknya hingga pemilihan umum kepala daerah pada 2007.
Dukungan masyarakat Nisam yang pejal berhasil menyukseskan putra daerah
itu, yaitu mantan petinggi GAM Tengku Ilyas A Hamid atau dikenal Ilyas
Pase, menjadi Bupati Aceh Utara.
Harapan dan kenyataan
Sebagai kampung halaman bupati
dan memiliki riwayat panjang dalam mendukung GAM, masyarakat Nisam
berharap kemajuan datang cepat. ”Setelah puluhan tahun, memang ada
sedikit kemajuan. Ada jalan aspal walaupun hanya 4 kilometer,” kata
Abdullah AR, mantan Kepala Mukim Nisam Antara. ”Padahal, di papan proyek
ditulis panjang aspal 14 kilometer,” ujarnya.
Beberapa warga mengatakan,
kontraktor proyek itu banyak diperas. ”Itulah sebabnya proyek-proyek
jalan berhenti di Nisam. Selain juga memang ada kontraktor nakal,” kata
Abdullah. Apa pun alasannya, rakyat Nisam yang menjadi korban.
Keuchik Seumirah, Mawardi,
mengatakan, kehidupan ekonomi warga masih mandek. Harga pinang, yang
menjadi komoditas andalan warga, masih tetap rendah. Mahalnya biaya
angkutan akibat buruknya jalan menyebabkan pedagang mematok harga
rendah. ”Ibaratnya, bawa pinang satu karung ke pasar, pulang bawa beras
dua bambu,” katanya.
Kompensasi korban perang juga
hanya mengalir ke sedikit orang. ”Saya belum mendapat kompensasi apa
pun. Padahal, pernah ditahan tiga bulan. Gubuk saya dibakar,” kata
Abdullah.
Bantuan lahan 2 hektar juga
hanya dinikmati sedikit orang. ”Yang mengelola orang itu,” katanya.
”Orang Nanggroe (baca: mantan GAM). Yang bisa dapat bantuan itu hanya
yang kuat berebut. Mana sanggup kami,” lanjutnya.
Salahudin (30), mantan penyuplai
logistik GAM di Nisam Antara, mengaku hanya mendapat santunan Rp
500.000. Uang itu pun segera ludes dan kini ia menjadi buruh tani dengan
penghasilan tak tetap. Salahudin pernah ditangkap Brimob tahun 2002.
”Saya disiksa. Sangkur yang
dibakar ditempelkan ke punggung saya,” kata Salahudin, sambil
menunjukkan bekas luka permanen itu. Bahkan, tak semua mantan anggota
GAM mendapat bantuan. Anwar mengaku belum mendapat bantuan sedikit pun.
”Tak ada sepeser pun,” katanya.
Di tengah kegalauan itu, warga
Nisam harus menerima kenyataan bahwa Ilyas Pase menjadi tersangka
korupsi pembobolan kas daerah Aceh Utara sebesar Rp 220 miliar dari Rp
670 miliar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Aceh Utara.
Akibatnya, kabupaten itu nyaris bangkrut dan kesulitan membayar gaji
pegawai.
”Orang itu (Ilyas Pase) termasuk
yang dulu kami lindungi. Namun, setelah jadi bupati, mana mau kenal
lagi sama kami. Dia sekarang tersangka, kami tak mau ikut campur,” kata
Anwar.
Muhammad Nazar, Wakil Gubernur
Aceh, mengakui ada kesenjangan antara panglima GAM dan anak buah serta
rakyat di lapangan. ”Itu kondisi normal di daerah pascakonflik, seperti
di Timor Leste atau Afrika,” kata Nazar, yang juga mantan Ketua Divisi
Pemerintahan dan Politik GAM. Menurut dia, pemerintah Aceh terus
berupaya agar dana reintegrasi dibagi adil.
Uang dan perdamaian
Nisam menjadi potret senjangnya
kenyataan dan harapan masyarakat di Aceh. Data Badan Pusat Statistik
tahun 2010 menempatkan Aceh sebagai provinsi termiskin ketujuh di
Indonesia. Sebanyak 20,98 persen dari total 4.486.570 penduduk
dikategorikan miskin. Angka ini berada di bawah rata-rata persentase
nasional yang berkisar pada angka 13,33 persen.
Lima tahun lebih sejak
perdamaian, pembangunan terkesan hanya menguntungkan sedikit golongan.
Padahal, provinsi ini tergolong yang paling banyak menerima dana, mulai
dari dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana otonomi khusus, dana
bagi hasil migas, dana tambahan bagi hasil migas, dana rehabilitasi dan
rekonstruksi, bantuan luar negeri melalui multidonor fund, serta dana
reintegrasi. Total dana sekitar Rp 10 triliun per tahun.
Survei barometer korupsi Aceh
oleh Transparency International Indonesia pada Juni 2010 menjelaskan
mengapa uang yang sedemikian besar itu belum bisa memakmurkan rakyat.
Mayoritas warga Aceh yang jadi responden survei (51 persen) menyebutkan,
korupsi di Aceh semakin parah setelah tsunami.
***
2 komentar:
posting yg sangat menarik..salam kenal by putra nisam
Terima Kasih Kawan.
Posting Komentar