Sudah setengah jam Fia menunggu
sahabatnya di bangku taman. Dengan perasaan tak menentu Fia tetap
menunggu dan nggak lama lagi orang yang dinanti telah tiba.
“Put, lo kemana aja sih lama banget gue pikir lo nggak dateng,” kata Fia.
“Ya maafin gue datengnya terlambat, di jalan motor gue mogok,” kata Putri dengan menunjuk motornya.
“Ya deh nggak papa Put, yang penting lo dateng.”
“Emang ada apa sih, kok kayaknya penting banget?” tanya Putri heran.
“Put,
gue baru dapet kabar dari temanya Raffi katanya dia bakal pindah kuliah
ke Samarinda ngikut kakaknya,” kata Fia dengan wajah kecewa.
“Kok gitu .Apa dia nggak sayang lagi sama lo. Maaf Fi, gue keceplosan,” kata Putri.
“Terus
gue harus gimana? Apa gue harus berhubungan sama Raffi dengan jarak
jauh. Samarinda itu jauh banget Put?” kata Fia dengan wajah bingung.
“Ya gak papa lagi Fi, toh dia kan juga punya alasan,” lanjut Putri seraya menduduki kursi taman itu.
“Put, gue balik duluan ya, Thank’s Put saran lo?” kata Fia sambil berlari menuju sepeda motornya.
“Yah
Fia, gue baru aja duduk belom ada semenit. Mending buka account di
twitter aja deh. Hehe,” kata Putri dengan membuka laptop yang dibawanya.
Di
malam hari yang sepi. Tidak ada sms atau pun telpon dari sang kekasih.
Fia terus memandangi layar HP-nya berharap ada tanda-tanda Raffi memberi
informasi. Namun itu hanya harapan semata. Fia dengan jengkelnya
menekan tombol-tombol lalu meleponya.
“Kenapa sih HP lo nggak aktif?” Fia bergumam dengan jengkelnya.
Satu jam telah berlalu. Malam terasa semakin larut. Tak lama HP Fia berbunyi.
“Halo Raf, kenapa lo matiin HP lo tadi? Apa lo udah nggak sayang lagi sama gue?”
“Fi, ini gue Putri, lo jangan terlalu mikirin Raffi deh. Emang dari tadi Raffi belum ngabarin lo ya?” tanya Putri.
“Belum Put, mungkin dia udah nggak peduli sama gue lagi.”
“Mungkin
dia terlalu sibuk di sana, sampai nggak sempet ngabarin lo. Mending lo
jangan terlalu mikirin itu deh nanti lo sakit lagi,” kata Putri
menghibur.
“Oke Put.”
“Udah cepet gih sono tidur, besok kan ada kuis nanti lo telat lagi. Lo kalau tidur kan kayak kebo?” ledek Putri.
“Ah, lo tuh tau aja deh Put? Lo ada dimana-mana gitu?” kata Fia tersenyum.
Pagi hari yang cerah. Badan Fia
terus menggigil kedinginan. Dengan demam yang cukup tinggi membuatnya
tidak bisa berangkat kuliah. Jam dindingnya menunjukkan pukul 08.45
pertanda limabelas menit kuis akan di mulai. HP-nya yang tergeletak
tiba-tiba bergetar. Fia harap itu Raffi.
“Halo…,” jawab Fia dengan suara yang lemah.
“Fi, lo kemana aja sih? Gue cari-cari kesono kemari nggak ada juga. Kuis mau mulai nih?”, tanya Putri.
“Put, gue hari ini absen. Asma gue kambuh lagi,” jawab Fia dengan suara yang hampir hilang.
“Gue anterin lo ke rumah sakit ya Fi?”, tawar Putri dengan cemas.
“Nggak usah Put. Lo ikut kuis aja. Di sini kan ada Bibi,” jawab Fia yang hampir pinsan.
“Ya udah deh. Jaga kesehatan lo aja ya jangan sampai ngedrop. Gue masuk kelas dulu ya,” jawab Putri cemas.
“Iya Put.”
Pulang
kuliah Putri terburu-buru menuju rumah Fia. Dengan hati yang cemas
Putri berharap keadaan Fia lebih membaik dari sebelumnya.
“Fi, Fia…!!!,” teriak Putri mengetuk pintu.
“Non cari siapa?”, tanya Bibi.
“Aku cari Fia Bi, ada?”.
“Maaf non, non Fianya dilarikan ke Rumah Sakit Mutiara Hati tadi pagi oleh keluarganya.”
“Memang parah ya Bi?, di rawat di kamar apa?” tanya Putri.
“Iya non, non Fia tadi pingsan dan sekarang di rawat di kamar Melati.”
“Terima kasih ya Bi,” jawab Putri terburu-buru menuju Rumah Sakit.
Setibanya di Rumah Sakit, Putri langsung menuju kamar Melati, tempat sahabatnya di rawat.
“Fia…!!!”
“Put, lo kok tau kalau gue di sini?” tanya Fia dengan suara lemah.
“Gue tadi ke rumah lo. Terus Bibi yang kasih tau kalau lo di sini. Jadi gue ke sini Fi,” jawab Putri sedikit lega.
“Thank’s ya Put, lo dah dateng nemenin gue di sini.”
“Lo kan sahabat gue Fi. Lo gak papa kan? Lo sakit apa sih?” tanya Putri.
“Gue udah baikan kok Put, lo nggak usah khawatirin gue kayak gitu. Gue hanya sakit asma Put.”
“Lo bilang sakit asma? Kok sampai kayak gini? Bilang sama gue yang sebenernya Fi?”
“Fia
mengalami serangan jantung. Dokter bilang umur Fia nggak lama lagi.
Kita di sini hanya bisa berdo’a,” jawab Mama Fia meneteskan air mata.
Sekejab air mata mengalir dari wajah manis Putri.
“Lo kenapa sih Fi nggak dengerin omongan gue?”
“Gue
nggak papa Put. Lo jangan khawatir gitu. Put, lo mau enggak nyanyiin
lagu persahabatan kita, gue pengen denger untuk yang terakhir.”
“Iya, tapi lo jangan bilang ini lagu terakhir yang lo denger,” jawab Putri.
Kebersamaan janganlah pernah usai
Sedih atau senang
Say hello don’t say good bye
Percaya padaku semua akan berlalu
Genggam tanganku
Hapuslah air matamu…
Putri menyanyikan lagu persahabatanya untuk Fia dengan meneteskan air mata. Perlahan Fia menutup kedua matanya.
“Fi, lo enggak papa kan?”, tanya Putri.
“Nggak, jangan berhenti menyanyikan lagu itu Put,” kata Fia dengan tersenyum.
Berhentilah manyun
Mukamu jadi culun
Mandi atau belum
Berikan aku senyum
(ost. SM*SH-Selalu Bersama)
Lagu yang di nyanyikan Putri dengan suara merdunya sudah usai di nyanyikanya.
“Fi…!!!”
“Sayang…,” Mama Fia panik memanggil dokter.
“Fi,
lo harus sadar Fi, lo jangan pergi tinggalin gue Fi. Gue nggak mau
kehilangan sahabat seperti lo Fi?” kata Putri juga panik.
Dokter datang untuk memeriksa Fia. Tak lama lagi dokter menemui keluarga yang menunggu di depan ruang ICU.
“Maaf sekali, Fia sudah tidak bisa tertolong lagi. Kita di sini hanya bisa mendo’akan agar Fia di terima di sisi-NYA.”
“Fia……!!!!” teriak Putri.
Putri
menyaksikan tubuh sahabatnya yang terbujur dingin. Sejak sahabatnya
meninggalkanya, Putri hanya bisa mengenang lagu itu sepanjang hari. Dan
tak lama setelah kematian Fia, Putri mendapat kabar bahwa Raffi kekasih
Fia di Samarinda tidaklah pindah kuliah melainkan membaringkan tubuh tak
bernyawanya di sana. Putri hanya menelan kesedihanya karena
ditinggalkan oleh dua sahabatnya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar