Illustrasi |
Tampaknya,
apa yang dicita-citakan Negara ini untuk tumbuh sebagai bangsa yang
adil dan makmur semakin sayup-sayup sampai ke tujuan. Bahkan banyak
tokoh bangsa hari ini cenderung menilai Indonesia telah gagal sebagai
sebuah negara yang dapat mensejahterakan rakyatnya.
Bila
dilihat secara historis, akar nasionalisme Indonesia sebenarnya telah
tumbuh jauh sebelum Budi Utomo didirikan. Semangat nasionalisme di
Nusantara telah pernah dibangun oleh kerajaan Sriwijaya pada abad VI
yang menguasai hampir seluruh daerah di Sumatra dan semenanjung Malaka.
Hubungan Sriwijaya kala itu telah mencapai hampir seluruh wilayah
Nusantara dan wilayah-wilayah Asia. Seperti India, Tiongkok, Arab dan
Srilangka.
Namun
keinginan Sriwijaya untuk mempersatukan wilayah-wilayah di Nusantara
dalam suatu kesatuan kerajaannya harus patah pada abad XIII setelah
kekuasaannya di Malaya direbut oleh kerajaan lain, dan pusat kejayaan
Sriwijaya pun runtuh setelah diserang oleh kekuatan pasukan kerajaan
Singasari dari Jawa.
Setelah
itu bangkit pula nasionalisme kedua di Nusantara yang dipelopori
kerajaan Majapahit. Pada abad XIII Majapahit berhasil mengusir pasukan
Kubilai Khan dari Tiongkok sebagai wujud anti kekuatan asing di
Nusantara. Patih Gajah Mada saat itu sudah mencita-citkan untuk
mempersatukan seluruh wilayah Nusantara dalam suatu kejayaan Majapahit.
Nasionalisme Keacehan
Sayangnya,
dalam sejarah kebangkitan nasionalisme ke-Indonesia-an, baik dari abad
klasik maupun dalam abat modern saat ini, peranan Aceh seperti
terlupakan. Padahal akar nasionalisme yang dimiliki masyarakat Aceh
sudah mulai tumbuh sejak abat ke 15 M, pada saat Sultan Ali Mughayat
Syah mempersatukan kerajaan-kerajaan yang ada di Aceh dalam satu
kedaulatan kerajaan Aceh Darussalam.
Secara
historis, dalam kronologis sejarah akar kebangkitan nasionalisme yang
terjadi di kerajaan Aceh boleh dikatakan sebagai kebangkitan
nasionalisme ketiga setelah Sriwijaya dan Majapahit runtuh di Nusantara.
Rasa
kesatuan yang telah dibangun Aceh saat itu tidak hanya dalam wilayah
Sumatera, tapi juga Pahang dan tanah Melayu lainnya tunduk dalam
kesatuan kerajaan Aceh di bawah kepemimpinan seorang Sultan. Jadi, rasa
nasionalisme kebangsaan ini telah tumbuh dalam diri masyarakat Aceh
sejak berabad-abad yang silam. Hal ini boleh jadi karena pada saat itu
semua wilayah di Aceh sedang menghadapi serangan Portugis yang ingin
menguasai Aceh.
Secara
historis, begitulah akar sejarah terbentuknya rasa kebangsaan dan
semangat nasionalisme orang Aceh dalam mempertahankan keutuhan
wilayahnya dari serangan bangsa asing. Pengalaman rasa nasionalisme
itulah yang kemudian melekat dalam diri orang Aceh dalam perjuangan
merebut kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Kolonial Belanda.
Untuk
rasa kebangsaan ini, masyarakat Aceh rela berkorban jiwa dan raga
terjun ke medan perang mempertahankan Indonesia tidak hanya dalam
wilayah Aceh, tapi rela berperang ke luar Aceh, seperti yang kita kenal
dengan perang Medan Area.
Nafas Terakhir Indonesia
Kita
tidak ingin mengungkit cerita lama dari rasa kebangsaan dan sifat
nasionalisme orang Aceh terhadap Republik ini. Tapi sejarah telah
mencatat, sekiranya Radio Rimba Raya tidak dioperasikan di Aceh sabagai
satu-satunya radio yang mengabarkan kepada dunia bahwa Indonesia masih
ada, yaitu wilayah Aceh.
Sementara
semua wilayah-wilayah strategis di Indonesia saat itu telah berhasil
diduduki kembali oleh Belanda, maka kita tidak tahu bagaimana nasib
Indonesia kalau Radio Rimba Raya yang ada di Aceh tidak menyiarkan
kepada dunia bahwa wilayah Indonesia masih ada, mukin saat itu dunia
bisa saja mengganggap bahwa Indonesia sudah tidak ada lagi dalam
pengakuan Persatuan Bangsa-Bangsa.
Cak Nun |
Ini
sejarah yang harus diketahui oleh anak bangsa yang menjunjung tinggi
rasa nasionalisme berbangsa dan bernegara bahwa betapa besar rasa
kebangsaan dan nasionalisme yang dimiliki masyarakat Aceh terhadap
Indonesia.
Semua
itu adalah fakta sejarah yang harus ditulis ulang dalam sejarah
nasional Indonesia, agar generasi bangsa dapat mengetahui bagaimana rasa
kebangsaan dan rasa ke-Indonesia-an rakyat Aceh terhadap negara
Kesatuan Republik Indonesia. Karenanya, Emha Ainun Nadjib (1992) dalam
sebuah puisinya menulis:
Indonesia berhutang budi padamu, Aceh
Indonesia berterimakasih padamu, Aceh
Indonesia menundukkan muka dan berkata :
“Aceh tak perlu kau banggakan dirimu /
Sebab akulah Indonesia yang wajib bangga atas pengorbananmu”.
Emha Ainun Nadjib (1992)
***
www.aceh.tribunnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar