Sabtu, Desember 10, 2011

Sekuralisme dan Pluralisme

BAB I :
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Pemikiran Islam Liberal dicirikan sebagai sebentuk kebebasan berijtihad, dengan menekankan pada penggunaan nalar untuk melakukan eksplorasi terhadap kajian Islam, sehingga kajian Islam tidak mengalami kejumudan. Selain menekankan pada kebebasan berijtihad, Islam Liberal berusaha menyebarkan paham pluralisme yang menyatakan bahwa tidak memandang agama lain sebagai agama yang salah dan agamanya sendiri yang benar dan selalu terbuka terhadap semua pemeluk agama, sehingga menimbulkan kerukunan antar umat beragama.

Selain wacana dalam liberalisasi berfikir dan penghargaan terhadap pluralitas keagamaan tersebut, sekuralisme merupakan suatu bentuk terobosan wacana lain sebagai respon terhadap formalisasi syari'at di Indonesia. Tidak hanya bentuk penolakan terhadap formalisasi syari'at Islam, sekularisme merupakan sebagai bentuk pencegahan otoritas negara dan agama.

Ide sekularisme, pluralisme dan liberalisme ini menurut Adian Husaini, masuk ke negara ketiga karena bentuk dominasi asing yang tidak saja membawa kepentingan politik dan ekonomi belaka, melainkan dalam bentuk dominasi pemikiran liberal ke dalam indonesia. Kepentingan barat ini sesuai dengan pemikiran Islam Liberal yang dikritik oleh Adian Husaini.Menurut Adian Husaini ada tiga bentuk invasi asing yang masuk ke Indonesia dalam pemikiran Islam, yaitu; Hermeneutika dan kebebasan penafsiran, pluralisme serta sekularisme.

Penelitian yang bersifat deskriptis-analitis ini pada dasarnya bertumpu pada kajian pustaka atau library research, yaitu dari buku-buku yang membahas tentang ide-ide primer yang sama, berkesesuaian dengan permasalahan yang diangkat, dan seiring perkembangan teknologi informasi, pengumpulan data ini beberapa diantaranya diperoleh dari perpustakaan cyber.

Aplikasi pendekatan pemahaman dari Barat tersebut, ketika diterapkan dalam Islam terjadi kerancuan, yaitu pertentangan antara world view (pandangan hidup) yang dibawa oleh Islam dengan paham-paham Islam Liberal.Paham dari ketertundukan penuh kepada Allah SWT kepada pembangkangan dan pelegalan penuh kepada bentuk kebebasan manusia.Bentuk pelegalan tersebut disertai pendekatan historis dengan analisa pendekatan Barat.Hal tersebut mengakibatkan dekonstruksi besar-besaran terhadap ajaran Islam, baik berupa dalam tataran fiqh maupun dalam tataran aqidah dikarenakan dekonstruksi tidak saja meliputi pemahaman keislaman tetapi juga meliputi sumber pemahaman Islam itu sendiri, yakni al-Qur'an dan Sunnah.


















BAB II :
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN
1.      Sekularisme
Sekularisme atau sekulerisme dalam penggunaan masa kini secara garis besar adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau harus berdiri terpisah dari agama ataukepercayaan.Sekularisme dapat menunjang kebebasan beragama dan kebebasan dari pemaksaan kepercayaan dengan menyediakan sebuah rangka yang netral dalam masalah kepercayaan serta tidak menganakemaskan sebuah agama tertentu.

Sekularisme juga merujuk ke pada anggapan bahwa aktivitas dan penentuan manusia, terutamanya yang politis, harus didasarkan pada apa yang dianggap sebagai bukti konkret dan fakta, dan bukan berdasarkan pengaruh keagamaan.

Tujuan dan argumen yang mendukung sekularisme beragam.dalam Laisisme Eropa, di usulkan bahwa sekularisme adalah gerakan menuju modernisasi dan menjauh dari nilai-nilai keagamaan tradisional. Tipe sekularisme ini, pada tingkat sosial dan filsafats seringkali terjadi selagi masih memelihara gereja negara yang resmi, atau dukungan kenegaraan lainnya terhadap agama.

Dalam istilah politik, sekularisme adalah pergerakan menuju pemisahan antara agama dan pemerintahan.Hal ini dapat berupa hal seperti mengurangi keterikatan antara pemerintahan dan agama negara, mengantikan hukum keagamaan dengan hukum sipil, dan menghilangkan pembedaan yang tidak adil dengan dasar agama.Hal ini dikatakan menunjang demokrasi dengan melindungi hak-hak kalangan beragama minoritas.Sekularisme, seringkali di kaitkan dengan Era Pencerahan di Eropa, dan memainkan peranan utama dalam perdaban barat.Prinsip utama Pemisahan gereja dan negara di Amerika Serikat, danLaisismediPerancis, didasarkan dari sekularisme.

Kebanyakan agama menerima hukum-hukum utama dari masyarakat yang demokratis namun mungkin masih akan mencoba untuk memengaruhi keputusan politik, meraih sebuah keistimewaan khusus atau. Aliran agama yang lebih fundamentalis menentang sekularisme.Penentangan yang paling kentara muncul dari Kristen Fundamentalis dan juga Islam Fundamentalis. Pada saat yang sama dukungan akan sekularisme datang dari minoritas keagamaan yang memandang sekularisme politik dalam pemerintahan sebagai hal yang penting untuk menjaga persamaan hak.

Negara-negara yang umumnya dikenal sebagai sekular diantaranya adalahKanada,India,Perancis,Turki, dan Korea Selatan, walaupun tidak ada dari negara ini yang bentuk pemerintahannya sama satu dengan yang lainnya.Pendukung sekularisme menyatakan bahwa meningkatnya pengaruh sekularisme dan menurunnya pengaruh agama di dalam Negara tersekularisasi adalah hasil yang tak terelakan dari Pencerahan yang karenanya orang-orang mulai beralih kepada ilmu pengetahuandan rasionalismedan menjaduh dari agama dan takhyul.

Penentang sekularisme melihat pandangan diatas sebagai arrogan, mereka membantah bahwa pemerintaan sekular menciptakan lebih banyak masalah dari paa menyelesaikannya, dan bahwa pemerintahan dengan etos keagamaan adalah lebih baik.Penentang dari golongan Kristiani juga menunjukan bahwa negara Kristen dapat memberi lebih banyak kebebasan beragama daripada yang sekular. Seperti contohnya, mereka menukilNorwegia,Islandia,Finlandia, dan Denmark, yang kesemuanya mempunyai hubungan konstitusional antara gereja dengan negara namun mereka juga dikenal lebih progresif dan liberal dibandingkan negara tanpa hubungan seperti itu. Seperti contohnya, Islandia adalah termasuk dari negara-negara pertama yang melegal kan aborsi, dan pemerintahan Finlandia menyediakan dana untuk pembangunan masjid.

Namun pendukung dari sekularisme juga menunjukan bahwa negara-negaraSkandinaviaterlepas dari hubungan pemerintahannya dengan agama, secara sosial adalah termasuk negara yang palng sekular di dunia, ditunjukkan dengan rendahnya persentase mereka yang menjunjung kepercayaan beragama.Komentator modern mengkritik sekularisme dengan mengacaukannya sebagai sebuah ideologi anti-agama, ateis, atau bahkan satanis.Kata Sekularisme itu sendiri biasanya dimengerti secara peyoratif oleh kalangan konservatif.Walaupun tujuan utama dari negara sekular adalah untuk mencapai kenetralan di dalam agama, beberapa membantah bahwa hal ini juga menekan agama.

Beberapa filsafat politik seperti Marxisme, biasanya mendukung bahwasanya pengaruh agama di dalam negara dan masyarakat adalah hal yang negatif.Di dalam negara yang mempunyai kepercayaan seperti itu (seperti negara Blok Komunis), institusi keagamaan menjadi subjek dibawah negara sekular.Kebebasan untuk beribadah dihalang-halangi dan dibatasi, dan ajaran gereja juga diawasi agar selalu sejakan dengan hukum sekular atau bahkan filsafat umum yang resmi.Dalam demokrasi barat, diakui bahwa kebijakan seperti ini melanggar kebebasan beragama.

Beberapa sekularis menginginkan negara mendorong majunya agama (seperti pembebasan dari pajak, atau menyediakan dana untuk pendidikan dan pendermaan) tapi bersikeras agar negara tidak menetapkan sebuah agama sebagai agama negara, mewajibkan ketaatan beragama atau melegislasikan akaid. Pada masalah pajak Liberalisme klasikmenyatakan bahwa negara tidak dapat "membebaskan" institusi beragama dari pajak karena pada dasarnya negara tidak mempunyai kewenangan untuk memajak atau mengatu agama. Hal ini mencerminkan pandangan bahwa kewenangan duniawi dan kewenangan beragama bekerja pada ranahnya sendiri- sendiri dan ketka mereka tumpang tindih seperti dalam isu nilai moral, kedua- duanya tidak boleh mengambil kewenangan namun hendaknya menawarkan sebuah kerangka yang dengannya masyarakat dapat bekerja tanpa menundukkan agama di bawah negara atau sebaliknya.

Sekularisme ialah memisahkan agama dari kehidupan individu atau sosial dalam artian agama tidak boleh ikut berperan dalam pendidikan, kebudayaan maupun dalam hukum.Dengan kata lain: Sekularisme ialah memisahkan Allah Ta’ala dari hukum dan undang-undang mahluk-Nya. Allah tidak boleh ikut mengatur mereka seakan-akan tuhan mereka adalah diri mereka sendiri, berbuat sesukanya dan membuat hukum sesuai seleranya.

Menurut Ensiklopedi Britania, menyebutkan bahwa “sekularisme” adalah sebuah gerakan kemasyarakatan yang bertujuan memalingkan dari kehidupan akhirat dengan semata-mata berorientasi kepada dunia. Gerakan ini dilancarkan karena pada abad-abad pertengahan, orang sengat cenderung kepada Allah dan hari akhirat dan menjauhi dunia.Sekularisme tampil untuk menghadapinya dan untuk mengusung kecendrungan manusiayang pada abad kebangkitan, orang menampakkan ketergantungan yang besar terhadap aktualisasi kebudayaan dan kemanusiaan dan kemungkinan terealisasinya ambisi mereka terhadap dunia. Lalu orientasi kepada sekularisme yang merupakan gerakan perlawan terhadap agama dan ajaran Masehi terus berlanjut di celah-celah sejarah modern seluruhnya.

Di Kamus Dunia Baru oleh Wipster merinci makna Sekularisme dengan menyebutkan sebagai berikut, Yaitu:Semangat Keduniaan atau orientasi “duniawi” dan sejenisnya. Secara khusus adalah undang-undang dari sekumpulan prinsip dan prakterk (practices) yang menolak setiap bentuk keimanan dan ibadah.Keyakinan bahwa agama dan urusan-urusan gereja tidak ada hubungannya sama sekali dengan soal-soal pemerintahan, terutama soal pendidikan umum.

Di Kamus Oxford menyebutkan sebagai berikut,Sekularisme artinya bersifat keduniaan atau materialisme, bukan keagamaan atau keruhaniaan.Seperti pendidikan sekuler, seni atau musik sekuler pemerintahan sekuler, pemerintahanyang bertentangan dengan gereja. Sekularisme adalah pendapat yang mengatakan bahwa agama tidak layak menjadi fondasi ahlak dan pendidikan.

Sementara di Kamus Internasional Modern ketigamenyebutkan:Sekularisme ialah suatu pandangan dalam hidup atau dalam satu masalah yang berprinsip bahwa agama atau hal-hal yang bernuansa agama tidak boleh masuk ke dalam pemerintahan, atau pertimbangan-pertimbangan keagamaan harus dijauhkan darinya. Maksudnya adalah: Politik sekuler murni dalam pemerintahan, misalnyayang terpisah sama sekali dari agama. 


2.      Pluralisme
Kata “pluralisme agama” berasal dari dua kata, yaitu “pluralisme” dan “agama” dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan “al-ta’ddudiyah” dan dalam bahsa Inggris “religius pluralism”. Dalam bahasa Belanda, merupakan gabungan dari kata plural dan isme.Kata “plural” diartikan dengan menunjukkan lebih dari satu.Sedangkan isme diartikan dengan sesuatu yang berhubungan dengan paham atau aliran.Dalam bahasa Inggris disebut pluralism yang berasal dari kata “plural” yang berarti lebih dari satu atau banyak. Dalam Kamus The Contemporary Engglish-Indonesia Dictionary, kata “plural” diartikan dengan lebih dari satu/jamak dan berkenaan dengan keaneka ragaman.Jadi pluralisme, adalah paham atau sikap terhadap keadaan majemuk, baik dalam konteks sosial, budaya, politik, maupun agama. Sedangkan kata “agama” dalam agama Islam diistilahkan dengan “din” secara bahasa berarti tunduk, patuh, taat, jalan.Pluralisme agama adalah kondisi hidup bersama antarpenganut agama yang berbeda-beda dalam satu komonitas dengan tetap mempertahankan cirri-ciri spesifik ajaran masing-masing agama.

Dengan demikian yang dimaksud “pluralisme agama” adalah terdapat lebih dari satu agama (samawi dan ardhi) yang mempunyai eksistensi hidup berdampingan, saling bekerja sama dan saling berinteraksi antara penganut satu agama dengn penganut agama lainnya, atau dalam pengertian yang lain, setiap penganut agama dituntut bukan saja mengakui keberadan dan menghormati hak agama lain, tetapi juga terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan, guna tercapainya kerukunan dalam keragaman. Dalam prepektif sosiologi agama, secara terminology, pluralisme agama dipahami sebagai suatu sikap mengakui dan menerima kenyataan kemajemukan sebagai yang bernilai positif dan merupakan ketentuan dan rahmat Tuhan kepada manusia.

a.      Pandangan Islam Terhadap Pluralisme Agama
Islam adalah agama universal yang menjunjung tinggi aspek-aspek kemanusiaan, persamaan hak dan mengakui adanya pluralisme agama. Pluralisme agama menurut Islam adalah sebuah aturan Tuhan (sunnatullah) yang tidak akan berubah, juga tidak mungkin dilawan atau diingkari. Ungkapan ini menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai pluralisme karena Islam adalah agama yang dengan tegas mengakui hak-hak penganut agama lain untuk hidup bersama dan menjalankan ajaran masing-masing dengan penuh kesungguhan.

Sesungguhnya, fenomena agama dan beragama telah ada bersamaan dengan keberadaan manusia dan akan terus berlanjut sampai akhir kehidupan manusia. Untuk melihat sikap dan ajaran Islam tentang puluralisme, kita harus menelaahnya dari Muhammad saw. dan Islam dalam kehidupan umat manusia. Sejarah mencatat bahwa Muhammad saw. diutus oleh Allah sebagai Nabi dan Rasul yang terakhir dengan membawa risalah Islamiyah, dengan misi universal rahmatallila’alamin sebagaimana tertuang dalam Firman Allah “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam”. (QS. Al-Anbiya’: 21/107). Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad menjadi pnutup semua ajaran langit (agama samawi) untuk umat manusia, Islam tidak mempersoalkan lagi mengenai asal ras, etnis, suku, agama dan bangsa. Semua manusia dan makhluk Allah akanmendapatkan prinsip-prinsip rahmat secara universal.Al-qur’an telah mencapai puncaknya dalam berbicara soal pluralisme ketika menegaskan sikap penerimaan al-qur’an terhadap agama-agama selain Islam untuk hidup bersama dan berdampingan. Yahudi, Kristen dan agama-agama lainnya baik agama samawi maupun agama ardhi eksistensinya diakui oleh agama Islam. Ini adalah suatu sikap pengakuan yang tidak terdapat di dalam agama lain.
Agama Islam adalah agama damai yang sangat mengahargai, toleran dan membuka diri terhadap pluralisme agama. Isyarat-isyarat tentang pluralisme agama sanagat banyak ditemukan di dalam al-qur’an antara lain Firman Allah “Untukmu agamamu dan untukku agamaku”. (QS. Al-Kafirun: 109/6). Pluarlisme agama adalah merupakan perwujudan dari kehenddak Allah swt. Allah tidak menginginkan hanya ada satu agama walaupun sebenarnya Allah punya kemampuan untuk hal itu bila Ia kehendaki. “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu dia menjadikan manusia umat yang satu.” (QS. Hud: 11/118). Dalam al-qur’an berulang-ulang Allah manyatakan bahwa perbedaan di antara umat manusia, baik dalam warna kulit, bentuk rupa, kekayaan, ras, budaya dan bahasa adalah wajar, Allah bahkan melukiskan pluralisme ideologi dan agama sebagai rahmat. Allah menganugrahkan nikmat akal kepada manusia, kemudian dengan akal tersebut Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih agama yang ia yakini kebenarannya tanpa ada paksaan dan intervensi dari Allah. Sebagaimana Firmannya “Tidak ada paksaan dalam agama”. (QS. Al Baqarah: 2/256). Manusia adalah makhluk yang punya kebebasan untuk memilih dan inilah salah satu keistimewaan manusia dari makhluk lainnya, namun tentunya kebebasa itu adalah kebabsan yang harus dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah swt. Pluralisme agama mengajak keterlibatan aktif dengan orang yang berbeda agama (the religious other) tidak sekedar toleransi, tetapi jauh dari itu memahami akan substansi ajaran agama orang lain. Pluralisme agama dapat berfungsi sebagai paradigma yang efektif bagi pluralisme sosial demokratis di mana kelompok-kelompok manusia dengan latar belakang yang berbeda bersedia membangun sebuah komonitas global. Nurkhalis Madjid, mengatakan bahwa salah satu persyaratan terwujudnya masyarakat modern yang demokratis adalah terwujudnya masyarakat yang mengharagai kemajemukan (pluralitas) masyarakat dan bangsa serta mewujudkan sebagai suatu keniscayaan.
b.      Pengakuan Al-Qur’an Terhadap Pluralisme Agama
Pengakuan terhadap plurlisme atau keragaman agama dalam al-qur’an, ditemukan dalam banyak terminolgi yang merujuk kepada komonitas agama yang berbeda seperti ahl al-kitab, utu al-Kitab, utu nashiban min al-Kitab, ataytum al-Kitab, al-ladzina Hadu, al-nashara, al-Shabi’in, al-majusi dan yang lainnya. Al-qur’an disamping membenarkan, mengakui keberadaan, eksistensi agama-agama lain, juga memberikan kebeasan untuk menjalankan ajaran agamanya masing-masing. Ini adalah sebuah konsep yang secara sosiologis dan kultural menghargai keragaman, tetapi sekaligus secara teologis mempersatukan keragaman tersebut dalam satu umat yang memiliki kitab suci Ilahi.Karena memang pada dasarnya tiga agama samawi yaitu Yahudi, Kristen dan Islam adalah bersudara, kakak adek, masih terikat hubungan kekeluargaan yaitu sama-sama berasal dari nabi Ibrahim as.
Pengakuan al-qur’an terhadap pluralisme dipertegas lagi dalam khutbah perpisahan Nabi Muhammad. Sebagimana dikutip oleh Fazlur Rahman, ketika Nabi menyatakan bahwa, “Kamu semua adalah keturunan Adam, tidak ada kelebihan orang Arab terhadap orang lain, tidak pula orang selain Arab terhadap orang Arab, tidak pula manusia yang berkulit putih terhadap orang yang berkulit hitam, dan tidak pula orang yang hitam terhadap yang putih kecuali karena kebajikannya.”Khutbah ini menggambarkan tentang persamaan derajat umat manusia dihadapan Tuhan, tidak ada perbedaan orang Arab dan non Arab, yang membedakan hanya tingkat ketakawaan. Sebagaimana Firman Allah “ Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah adalah yang paling takwa”. (QS. Al-Hujurat: 49/13).
Pengakual al-qur’an terhadap ah al-Kitab antara lain:
Dan Sesungguhnya diantara ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya. (QS. Ali Imaran : 3/199).






BAB III :
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Konsep pluralisme agama sejak awal sudah ada dalam agama Islam, ia merupakan bagian prinsip dasar dari agama Islam itu sendiri. Agama Islam, sebagai agama yang mengemban misi rahmatanlilalamin memandang pluralisme atau keragaman dalam beragama merupakan rahmat dari Allah swt, yang harus diterima oleh semua umat manusia, karena pluralisme adalah bagian dari otoritas Allah (sunnatullah) yang tidak dapat dibantah oleh manusia. Secara historis, pluralisme agama adalah keniscayaan sejarah yang tidak dapat dipungkiri, hal ini tergambar dalam sejarah tiga agama besar yaitu Yahudi, Kristen dan Islam yang bersumber dari satu bapak tetapi banyak ibu.

Al-qur’an dalam berbagai kesempatan banyak berbicara tentang pluralisme, bahkan al-qur’an berulangkali mengakui adanya manusia-manusia yang saleh di dalam kaum-kaum tersebut, yaitu Yahudi, Kristen, dan Shabi’in seperti pengakuannya terhadap adanya manusia-manusia yang beriman di dalam Islam.Sikap pengakuan al-qur’an terhadap pluralisme telah mencapai puncaknya dalam berbicara soal pluralisme ketika menegaskan sikap penerimaan al-qur’an terhadap agama-agama selain Islam untuk hidup bersama dan berdampingan.Yahudi, Kristen dan agama-agama lainnya baik agama samawi maupun agama ardhi eksistensinya diakui oleh agama Islam. Ini adalah suatu sikap pengakuan yang tidak terdapat di dalam agama lain.

Pluralisme agama dapat terjaga dan terpelihara dengan baik, apabila pemahaman agama yang cerdas dimiliki oleh setiap pemeluk agama. Antar umat beragama perlu membnagun dialog dan komonikasi yang intens guna untuk menjalin hubungan persaudaran yang baik sesama umat beragama. Dengan dialog akan memperkaya wawasan kedua belah pihak dalam rangka mencari persamaan-persamaan yang dapat dijadikan landasan hidup rukun dalam suatu masyarakat, yaitu toleransi dan pluralisme. Wallahu A’lam.







DAFTAR PUSTAKA
Amir Mahmud (Ed); Islam dan Realitas Sosial Di Mata Intelektual Muslim Indonesia, Jakarta: Edu Indonesia Sinergi, 2005.
A. Mukti Ali, Agama dan Pembangunan Indonesia, Jilid V: Biro Hukum dan Humas Depag: Jakarta, 1999.
Alef Theria Wasim dkk (Ed); Harmoni Kehidupan Beragama: Problem, Peraktik & Pendidikan, Yogyakarta: Oasis Publisher, 2005
Abd. A’la, Melampaui Dialog Agama, Jakarta: Kompas, 2002.
Alwi Sihab, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama, Bandung: Mizan, 1999.
Aloys Budi Purnomo, Membangun Teologi Inklusif-Pluralistik, Jakarta: Kompas, 2003.
Abdulaziz Sachedina, Beda Tapi Setara Pandangan Islam tentang Non-Islam, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2004.
Anis Malik Toha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, Jakarta: Prespektif, 2005.
Bahtiar Effendy (Ed); Agama dan Radikalisme di Indonesia, Jakarta: Nuqtah, 2007.
Gamal al-Banna, Doktrin Pluralisme Dalam Al-Qur’an, Jakarta: Menara, 2006.
Hendra Riyadi, Melampaui Pluralisme Etika Al-qur’an tentang Keragaman Agama, Jakarta: PT. Wahana Semesta Inetrmedia, 2007.

Tidak ada komentar: